Skema Sulit Berjalan, Dejan Sorot Masalah Mental
Friday, 08 April 2016 | 13:47
Faktor mental menjadi penyebab buruknya performa Persib asuhan Dejan Antonic terutama di laga final Piala Bhayangkara. Karena aliran bola saat membangun serangan dilakukan secara terburu-buru dan cenderung sporadis. Umpan-umpan jauh dari lini belakang terus dialamatkan kepada trisula di depan sehingga dengan mudah diredam. Tidak ada pemain yang punya kepala dingin menetralisir keadaan dan menjaga ritme permainan.
Padahal Dejan mengaku dia terus memberikan menu latihan yang terpusat pada kolaborasi permainan lewat passing pendek datar. Bahkan di setiap agenda latihan, seluruh anak asuhnya mampu menerapkan semua program dengan baik. Pria asal Serbia itu pun heran mengapa Vladimir Vujovic dan kawan-kawan tidak bisa mengejawantahkan keinginannya di dalam pertandingan.
“Saya juga bingung kenapa, mungkin terlalu banyak nervous, gugup, aku ga tahu. Tapi coba lihat kita di latihan tidak ada long pass dari 1 jam 15 menit cuma ada 3 kali. Tapi kemarin pas lawan Arema babak pertama kita banyak long pass,” ujar Dejan di Lapangan Progresif, Kamis (7/4) kemarin.
Dia dengan tegas mengatakan bahwa sejak awal skema permainan Persib adalah bermain menunggu dan cepat melakukan serangan balik. Tapi bukan lewat direct long pass menuju Juan Belencoso sebagai target man atau kedua winger di flank kanan dan kiri. Dari technical area pun Dejan terus berusaha mengingatkan armadanya, namun masalah mental jadi penyebab mereka lupa menerapkan keinginan pelatih.
“Ada pressure, tidak percaya diri dan mungkin ada tensi. Kita semua pelatih dari garis (sisi lapangan) bicara sabar, pelan-pelan tapi kadang mungkin ga bisa jalan. Tapi saya senang waktu latihan kamu bisa lihat, semua main di (bola) bawah,” jelasnya.
Dari catatan statistik miliknya, Persib lebih banyak melakukan operan dari kubu lawan di final. Namun secara persentase passing success, hampir separuhnya bola malah menghampiri kaki pemain lawan. Dia sadar bahwa umpan jauh lumrah dilakukan oleh anak asuhnya ketika tertekan tapi pakem permainan harus tetap fokus pada permainan kaki ke kaki.
“Oke kadang-kadang ada masalah long pass, tapi posisi bola kita harus tetap. Babak pertama kita ada 111 passing, Arema cuma ada 88, lebih jauh dari dia. Tapi dari 111 mungkin ada 50 long pass dan saya ga setuju, saya ga suka. Karena biasanya dulu saya di Kitchee saya minta pemain jangan cuma main main,” tandasnya.

Faktor mental menjadi penyebab buruknya performa Persib asuhan Dejan Antonic terutama di laga final Piala Bhayangkara. Karena aliran bola saat membangun serangan dilakukan secara terburu-buru dan cenderung sporadis. Umpan-umpan jauh dari lini belakang terus dialamatkan kepada trisula di depan sehingga dengan mudah diredam. Tidak ada pemain yang punya kepala dingin menetralisir keadaan dan menjaga ritme permainan.
Padahal Dejan mengaku dia terus memberikan menu latihan yang terpusat pada kolaborasi permainan lewat passing pendek datar. Bahkan di setiap agenda latihan, seluruh anak asuhnya mampu menerapkan semua program dengan baik. Pria asal Serbia itu pun heran mengapa Vladimir Vujovic dan kawan-kawan tidak bisa mengejawantahkan keinginannya di dalam pertandingan.
“Saya juga bingung kenapa, mungkin terlalu banyak nervous, gugup, aku ga tahu. Tapi coba lihat kita di latihan tidak ada long pass dari 1 jam 15 menit cuma ada 3 kali. Tapi kemarin pas lawan Arema babak pertama kita banyak long pass,” ujar Dejan di Lapangan Progresif, Kamis (7/4) kemarin.
Dia dengan tegas mengatakan bahwa sejak awal skema permainan Persib adalah bermain menunggu dan cepat melakukan serangan balik. Tapi bukan lewat direct long pass menuju Juan Belencoso sebagai target man atau kedua winger di flank kanan dan kiri. Dari technical area pun Dejan terus berusaha mengingatkan armadanya, namun masalah mental jadi penyebab mereka lupa menerapkan keinginan pelatih.
“Ada pressure, tidak percaya diri dan mungkin ada tensi. Kita semua pelatih dari garis (sisi lapangan) bicara sabar, pelan-pelan tapi kadang mungkin ga bisa jalan. Tapi saya senang waktu latihan kamu bisa lihat, semua main di (bola) bawah,” jelasnya.
Dari catatan statistik miliknya, Persib lebih banyak melakukan operan dari kubu lawan di final. Namun secara persentase passing success, hampir separuhnya bola malah menghampiri kaki pemain lawan. Dia sadar bahwa umpan jauh lumrah dilakukan oleh anak asuhnya ketika tertekan tapi pakem permainan harus tetap fokus pada permainan kaki ke kaki.
“Oke kadang-kadang ada masalah long pass, tapi posisi bola kita harus tetap. Babak pertama kita ada 111 passing, Arema cuma ada 88, lebih jauh dari dia. Tapi dari 111 mungkin ada 50 long pass dan saya ga setuju, saya ga suka. Karena biasanya dulu saya di Kitchee saya minta pemain jangan cuma main main,” tandasnya.

ahh saya mah waisan saja 🙂
Bukan masalah mental atau pelatih ataupun seperti bukan pemain sepak bola senior,
Yg jd masalah di persibku dan bobotohku sadaya na itu masalah kepercayaan pemain dan bobotoh
Kita harus selalu support dan percaya bahwa coach dejan dan pemain saat ini adalah yg terbaik insyaallah persib juara bobotoh juara bandung juara intina kitu
Assalamualaikum sadaya.na
Lain masalah mental, formasi ente jeung pamaen nu ente turunkeun aya nu teu pas. Inget ente geus keleh 2 kali ku si milo tong sampe hatrick nya, hihi.
Jaman janur awal oge sarua pepelentungan, elehan oge,