Rap–Rap ala PBR, Berkah buat Persib
Monday, 06 October 2014 | 21:52
Rivalitas pertandingan tim satu kota atau dalam istilah kerennya “derby” dihelat dalam pembukaan delapan besar grup L antara Persib melawan PBR. Pertandingan dimulai oleh Viking Frontline yang menebar psywar lewat banner dengan kalimat “Derby = Persib vs Persib Junior” yang terbentang di sayap kanan tribun timur. Sarkasme nan ciamik yang ditujukan kepada tim berusia dua tahun dan sedang mencoba merebut hati pecinta sepakbola Bandung tepat di jantungnya. Bobotoh terlihat sangat siap menjadi pemain ke-12 untuk Persib.
Babak I
Pertandingan dimulai dengan tempo cepat. Persib mencoba mengambil alih kendali penyerangan dengan menyerang membabi buta sejak menit pertama. Ingatan lalu tertuju kepada Persib di medio 2000an ketika bermain di Siliwangi yang selalu tampil kesetanan pada menit awal. Tempo kencang ini dilawan oleh PBR yang meladeni dengan tempo kencang juga. Alih-alih memperlambat tempo, tim asuhan Dejan Antonic meladeni permainan cepat Persib di menit awal. Delapan besarpun dimulai disini.
Persib memilih memainkan Firman Utina di flank kanan dan Atep di kiri. Poros ganda penunggu ruang mesin diisi oleh Hariono dan Taufik. PBR mengunci semua alur serangan Persib di pos tengah. Tiga gelandang bertipe “otot” ditambah dua bek tengah ditempatkan Dejan agar wilayah ini tidak di invasi Persib. Pemain naturalisasi Hulk Hogan Kim Kurniawan berdiri tepat didepan Rizky Pellu dan Iman Fathurohman. Dibelakang ketiganya menara kembar Nova Arianto berduet dengan Nigel De Jong Hermawan menjaga wilayah terakhir.
Prinsip PBR di wilayah ini sangat jelas dan tegas. Siapapun yang masuk wilayah sepertiga lapangan mereka, pressing ketat menunggu. Jika bola lewat, maka pelanggaran menjadi taktik agar bola jangan sampai masuk ke kotak penalti. Job desk nya: Kim hajar, Kim lewat ada Pellu, Pellu lewat ada Iman, Iman lewat ada Nova Arianto, Nova lewat ada Nigel De Jong Hermawan. Untuk mengamankan zona tengah ini mereka tak segan-segan melakukan pelanggaran keras. PBR mengingatkan kita terhadap tim asal Deli Serdang yaitu traktor Kuning PSDS. PBR bermain rap-rap di zona gelandang.

Persib seperti menemui anti taktik dari pola yang digunakan PBR. Firman Utina yang kebetulan sedang bermain di sayap kanan justru memang sedang tidak ingin menyerang lewat tengah. Konate juga menghindari wilayah itu dengan sering membantu Atep ke pos sebelah kiri, akibatnya, wilayah tengah PBR steril tetapi Persib juga nyaman mengirimkan crossing dari sisi kanan dan kiri. Ini juga mengakibatkan David Laly tertahan di wilayahnya dan tidak bisa menyerang Supardi. Satu-satunya manusia yang berhasil menggagalkan Persib mencetak gol di babak pertama adalah Dennis Romanovs yang tampil dengan baik. Peluang emas Firman Utina dan Ferdinand berhasil dia gagalkan.
Hariono korban Rap-Rap, Kartu Merah Hermawan Menjadi Pembeda
Beringasnya tiga gelandang PBR bukan tanpa konsekuensi. Bermula dari Kim yang mencocor engkel kiri Hariono, hal yang membuat sang destroyer asal Sidoarjo ini akhirnya terkapar. Engkel kirinya bengkak dan mas Har tidak mampu melanjutkan permainan. Kartu kuning untuk Kim.
Seperti tidak mau melihat Kim merajalela, Ferdinand Sinaga sejurus kemudian menghajar Kim dari belakang. Ferdinand melakukan pelanggaran taktikal dengan tujuan membuat psikologis pemain lain untuk jangan takut meladeni permainan keras, dan member sinyal kepada Kim agar jangan lupa masih ada bad boy from Bandung bernama Ferdinand. Satu aksi teatrikal psikologis yang indah dalam derby yang diguyur hujan rintik.
Perang mental dari Ferdinand ini memakan korban. Jika Hariono harus keluar karena kontak fisik langsung, kali ini Hermawan yang harus keluar karena kartu merah akibat tersulut emosi. Hermawan terpancing provokasi Ferdinand. PBR bermain dengan sepuluh pemain. Ferdinand 1 vs 0 Kim & Hermawan. PBR yang memancing, PBR sendiri yang terpancing. Babak pertama diakhiri dengan skor 0-0 tetapi berakhir dengan sisa 11 vs 10 pemain.
Babak II, Transisi ala Djanur yang Berhasil
Dengan keluarnya Hariono, Djanur memasukan Tantan. Hal ini justru membuahkan hasil karena Firman yang tadinya bermain di sayap kanan kali ini bermain sebagai deep lying midfielder. Pola 4-2-3-1 Persib lebih terlihat dan mulai berjalan luwes. Firman berdiri sejajar dengan Taufik. Taufik pembagi bola pendek, Firman pembagi bola panjang. Hal yang semakin nyaman karena mereka tidak menghadapi siapa-siapa akibat kartu merah Hermawan. Dejan Antonic memilih mengorbankan Rizky Pellu untuk digantikan seorang bek tengah Chairul Rivan yang mengakibatkan ada mata rantai yang putus diantara Kim – Iman ke Bambang Pamungkas. Jarak inilah yang akhirnya menjadi taman bermain Firman & Taufik dalam membangun penguasaan bola.

Selain hal diatas, Djadjang Nurdjaman dengan cerdik melakukan permutasi rotasi tiga gelandang serangnya (Atep, Konate, Tantan) untuk terus bertukar posisi. Atep ke tengah,ke kiri, ke kanan, begitupun Tantan dan Konate dengan Ferdinand yang dibiarkan berdiri menunggu sebagai lone striker didepan. Pembagian tugasnya menjadi jelas. Empat orang bertahan, dua orang mengatur bola pertama, tiga gelandang menghancurkan ruang mesin PBR, dan satu orang mengisi pos penyerang.
Dengan terus bergeraknya Tantan, Atep dan Konate, pelan-pelan kerja mereka membuahkan hasil. Poros Kim dan Iman akhirnya hancur juga. Satu gol sepak pojok melalui Jufriyanto terjadi karena PBR benar-benar kehilangan satu pemain, dan karena Atep, Konate, Tantan sukses menghancurkan poros tengah PBR.

PBR yang Mengamankan Kekalahan
Sadar kalah pemain dan sudah tercecer secara taktik, Dejan terlihat enggan bobol dengan lebih banyak banyak gol lagi. Dia “mengamankan kekalahan”. Pelatih asal Serbia itu melakukan trik dengan memancing Persib untuk mengurung. PBR meminta untuk diserang, menurunkan tempo, menunggu para pemain Persib naik dan membunuh Persib dengan serangan balik. Trik yang sayangnya tidak membuat Persib terpancing.
Persib justru menunggu PBR keluar. Strategi saling tunggu inilah yang membuat pertandingan menjadi terlihat membosankan. Tetapi jika ditelaah, kedua tim sedang melakukan perang otak bermain catur. Biasanya Persib terpancing untuk keluar menyerang jika dihadapkan dengan trik delay football seperti ini. Tetapi kali ini pemain Persib tidak mempan dibodoh-bodohi dengan cara seperti itu. Satu apresiasi untuk konsentrasi para pemain, walaupun memang menjadikan pertandingan menjadi membosankan untuk ditonton. Tetapi mengutip apa kata Mourinho bahwa sepakbola adalah mutlak hasil akhir dan sejarah hanya akan mencatat pemenang, maka Persib hitungannya berhasil menjalankan tugas dan memenangkan pertempuran.
Kesimpulan
Persib mengamankan tiga poin pertamanya di fase delapan besar. Permainan keras ala PBR dibabak pertama membuat mereka terbunuh sendiri. Kehilangan Hermawan adalah akhir dari segalanya. Keputusan Djanur di babak kedua menemui klimaksnya. Dia memenangkan peperangan melawan Dejan.
Ferdinand dan Bambang Pamungkas bertukar jersey di akhir pertandingan sekaligus menandakan bahwa peperangan hanya terjadi selama 90 menit. Persib menang, PBR kalah. Diluar itu semuanya bersahabat. Pertandingan yang bagus secara taktikal, tetapi membosankan secara permainan.
Ditulis oleh @riphanpradipta

Rivalitas pertandingan tim satu kota atau dalam istilah kerennya “derby” dihelat dalam pembukaan delapan besar grup L antara Persib melawan PBR. Pertandingan dimulai oleh Viking Frontline yang menebar psywar lewat banner dengan kalimat “Derby = Persib vs Persib Junior” yang terbentang di sayap kanan tribun timur. Sarkasme nan ciamik yang ditujukan kepada tim berusia dua tahun dan sedang mencoba merebut hati pecinta sepakbola Bandung tepat di jantungnya. Bobotoh terlihat sangat siap menjadi pemain ke-12 untuk Persib.
Babak I
Pertandingan dimulai dengan tempo cepat. Persib mencoba mengambil alih kendali penyerangan dengan menyerang membabi buta sejak menit pertama. Ingatan lalu tertuju kepada Persib di medio 2000an ketika bermain di Siliwangi yang selalu tampil kesetanan pada menit awal. Tempo kencang ini dilawan oleh PBR yang meladeni dengan tempo kencang juga. Alih-alih memperlambat tempo, tim asuhan Dejan Antonic meladeni permainan cepat Persib di menit awal. Delapan besarpun dimulai disini.
Persib memilih memainkan Firman Utina di flank kanan dan Atep di kiri. Poros ganda penunggu ruang mesin diisi oleh Hariono dan Taufik. PBR mengunci semua alur serangan Persib di pos tengah. Tiga gelandang bertipe “otot” ditambah dua bek tengah ditempatkan Dejan agar wilayah ini tidak di invasi Persib. Pemain naturalisasi Hulk Hogan Kim Kurniawan berdiri tepat didepan Rizky Pellu dan Iman Fathurohman. Dibelakang ketiganya menara kembar Nova Arianto berduet dengan Nigel De Jong Hermawan menjaga wilayah terakhir.
Prinsip PBR di wilayah ini sangat jelas dan tegas. Siapapun yang masuk wilayah sepertiga lapangan mereka, pressing ketat menunggu. Jika bola lewat, maka pelanggaran menjadi taktik agar bola jangan sampai masuk ke kotak penalti. Job desk nya: Kim hajar, Kim lewat ada Pellu, Pellu lewat ada Iman, Iman lewat ada Nova Arianto, Nova lewat ada Nigel De Jong Hermawan. Untuk mengamankan zona tengah ini mereka tak segan-segan melakukan pelanggaran keras. PBR mengingatkan kita terhadap tim asal Deli Serdang yaitu traktor Kuning PSDS. PBR bermain rap-rap di zona gelandang.
Persib seperti menemui anti taktik dari pola yang digunakan PBR. Firman Utina yang kebetulan sedang bermain di sayap kanan justru memang sedang tidak ingin menyerang lewat tengah. Konate juga menghindari wilayah itu dengan sering membantu Atep ke pos sebelah kiri, akibatnya, wilayah tengah PBR steril tetapi Persib juga nyaman mengirimkan crossing dari sisi kanan dan kiri. Ini juga mengakibatkan David Laly tertahan di wilayahnya dan tidak bisa menyerang Supardi. Satu-satunya manusia yang berhasil menggagalkan Persib mencetak gol di babak pertama adalah Dennis Romanovs yang tampil dengan baik. Peluang emas Firman Utina dan Ferdinand berhasil dia gagalkan.
Hariono korban Rap-Rap, Kartu Merah Hermawan Menjadi Pembeda
Beringasnya tiga gelandang PBR bukan tanpa konsekuensi. Bermula dari Kim yang mencocor engkel kiri Hariono, hal yang membuat sang destroyer asal Sidoarjo ini akhirnya terkapar. Engkel kirinya bengkak dan mas Har tidak mampu melanjutkan permainan. Kartu kuning untuk Kim.
Seperti tidak mau melihat Kim merajalela, Ferdinand Sinaga sejurus kemudian menghajar Kim dari belakang. Ferdinand melakukan pelanggaran taktikal dengan tujuan membuat psikologis pemain lain untuk jangan takut meladeni permainan keras, dan member sinyal kepada Kim agar jangan lupa masih ada bad boy from Bandung bernama Ferdinand. Satu aksi teatrikal psikologis yang indah dalam derby yang diguyur hujan rintik.
Perang mental dari Ferdinand ini memakan korban. Jika Hariono harus keluar karena kontak fisik langsung, kali ini Hermawan yang harus keluar karena kartu merah akibat tersulut emosi. Hermawan terpancing provokasi Ferdinand. PBR bermain dengan sepuluh pemain. Ferdinand 1 vs 0 Kim & Hermawan. PBR yang memancing, PBR sendiri yang terpancing. Babak pertama diakhiri dengan skor 0-0 tetapi berakhir dengan sisa 11 vs 10 pemain.
Babak II, Transisi ala Djanur yang Berhasil
Dengan keluarnya Hariono, Djanur memasukan Tantan. Hal ini justru membuahkan hasil karena Firman yang tadinya bermain di sayap kanan kali ini bermain sebagai deep lying midfielder. Pola 4-2-3-1 Persib lebih terlihat dan mulai berjalan luwes. Firman berdiri sejajar dengan Taufik. Taufik pembagi bola pendek, Firman pembagi bola panjang. Hal yang semakin nyaman karena mereka tidak menghadapi siapa-siapa akibat kartu merah Hermawan. Dejan Antonic memilih mengorbankan Rizky Pellu untuk digantikan seorang bek tengah Chairul Rivan yang mengakibatkan ada mata rantai yang putus diantara Kim – Iman ke Bambang Pamungkas. Jarak inilah yang akhirnya menjadi taman bermain Firman & Taufik dalam membangun penguasaan bola.
Selain hal diatas, Djadjang Nurdjaman dengan cerdik melakukan permutasi rotasi tiga gelandang serangnya (Atep, Konate, Tantan) untuk terus bertukar posisi. Atep ke tengah,ke kiri, ke kanan, begitupun Tantan dan Konate dengan Ferdinand yang dibiarkan berdiri menunggu sebagai lone striker didepan. Pembagian tugasnya menjadi jelas. Empat orang bertahan, dua orang mengatur bola pertama, tiga gelandang menghancurkan ruang mesin PBR, dan satu orang mengisi pos penyerang.
Dengan terus bergeraknya Tantan, Atep dan Konate, pelan-pelan kerja mereka membuahkan hasil. Poros Kim dan Iman akhirnya hancur juga. Satu gol sepak pojok melalui Jufriyanto terjadi karena PBR benar-benar kehilangan satu pemain, dan karena Atep, Konate, Tantan sukses menghancurkan poros tengah PBR.
PBR yang Mengamankan Kekalahan
Sadar kalah pemain dan sudah tercecer secara taktik, Dejan terlihat enggan bobol dengan lebih banyak banyak gol lagi. Dia “mengamankan kekalahan”. Pelatih asal Serbia itu melakukan trik dengan memancing Persib untuk mengurung. PBR meminta untuk diserang, menurunkan tempo, menunggu para pemain Persib naik dan membunuh Persib dengan serangan balik. Trik yang sayangnya tidak membuat Persib terpancing.
Persib justru menunggu PBR keluar. Strategi saling tunggu inilah yang membuat pertandingan menjadi terlihat membosankan. Tetapi jika ditelaah, kedua tim sedang melakukan perang otak bermain catur. Biasanya Persib terpancing untuk keluar menyerang jika dihadapkan dengan trik delay football seperti ini. Tetapi kali ini pemain Persib tidak mempan dibodoh-bodohi dengan cara seperti itu. Satu apresiasi untuk konsentrasi para pemain, walaupun memang menjadikan pertandingan menjadi membosankan untuk ditonton. Tetapi mengutip apa kata Mourinho bahwa sepakbola adalah mutlak hasil akhir dan sejarah hanya akan mencatat pemenang, maka Persib hitungannya berhasil menjalankan tugas dan memenangkan pertempuran.
Kesimpulan
Persib mengamankan tiga poin pertamanya di fase delapan besar. Permainan keras ala PBR dibabak pertama membuat mereka terbunuh sendiri. Kehilangan Hermawan adalah akhir dari segalanya. Keputusan Djanur di babak kedua menemui klimaksnya. Dia memenangkan peperangan melawan Dejan.
Ferdinand dan Bambang Pamungkas bertukar jersey di akhir pertandingan sekaligus menandakan bahwa peperangan hanya terjadi selama 90 menit. Persib menang, PBR kalah. Diluar itu semuanya bersahabat. Pertandingan yang bagus secara taktikal, tetapi membosankan secara permainan.
Ditulis oleh @riphanpradipta

Sudut pandang penikmat sepak bola banget..analisa mantap bin keren, cuman kurang setuju dengan alasan terjadinya gol..
sama lebih bagus lagi kalau ada kritikan buat persib/coach djanur karena kurang kreasi untuk nyerang bergelombang, mungkin salah satunya juga karena kurang naiknya garis pertahanan 🙂
lanjutkan kang riphan
Kereeeeeeeeen mang
artikelna hade kang… analisisnya mantab.
dari sudut pandang PBR rasa-rasanya cuma Dennis Romanovs yang menonjol.
kalau dari sudut pandang persib mah terlalu banyak membuang peluang.
akurasi bola crossing cukup baik, tapi tantan atau ferdinand bukan sergio yang jao bola2 atas. idealnya sih cut back mendatar.
pemain harusnya lebih sabar dalam ball keeping dan posession setelah unggul jumlah pemain, tapi yang ada terlalu rurusuhan masuk ke kot.ak penalti lawan.
diantos analisis berikutnya kang.
Riskan untuk tetap maen agresif di babak ke 2 setelah Hariono jadi korban dan banyak pemain yg kena kartu. Jalan masih panjang.. 1-0 ge 3 poin
aa liket permainan bad from bandung sinaga,, teu nanaon ngahajar batur tp pertahankan permainan maen hati mu,, good joob
nu penting mah 3 poin, hidup Persib
Gaya tulisan na jiga @mengbal :p
Sudah lama tak baca ulasan tony sucipto begini ….
persib hahaaayyyyyyyyy…!!!!!
Hede geuning nya Persib teh…..legleg nya kabeh lawan Sib
Edun Sib kamari mah maen teh, teu kapancing ku permainan keras batur, Insya Allah Mitra Kukar mengalami nasib yang sama dengan PBR
PERSIB-lah….
lain banget dg komentar di televisi
Analisis yang keren.
Saya membayangkan saat persib memainkan 4231, posisi atep diisi oleh pemain yang lebih agresif dan iseng berlari tanpa bola seperti andik, pasti konsentrasi bertahan PBR lebih terpecah.
Saya juga menyayangkan keputusan wasit yang menyatakan FEDRY offset,padahal aman sekali. Kalau saja itu tidak offset, saya yakin mental pemain PBR langsung runtuh.
keren analisa-nya, mantap penulisannya. lanjut mang ….
bagus analisa nya, tapi kurang suka dengan ‘menyamai’ dengan Hulk hogan atau nigel de jong dgn Kim dan hermawan. mereka secara tipikal berbeda.
ohh..yaa, salut juga dengan kedua tim, ada benarnya PBR kemaren bermain ala rap-rap si traktor kuning PSDS deli derdang. kangen juga masa itu..
sebetulnya secara keseluruhan pertandingan sangat enak di tonton, membosankan di menit akhir saja..
selamat buat Persib, jgn kecil hati buat PBR. inilah gambaran mutlak sepak bola bandung.