Arena Bobotoh: “Pacar” Persib Jangan “Overprotective”
Friday, 06 January 2012 | 09:35Penulis: Krisna Ahmad Taufiq
Batas antara cinta dan benci itu tipis.
Bisa jadi kemarin cinta, esok lusa jadinya benci. Cinta membawa bahagia, tapi tak jarang membawa duka. Cinta bisa membuat terlena, hingga mabuk kepayang dan melupakan realita serta logika. Mungkin seperti itulah kata-kata seorang pujangga.
Lantas sebetulnya apa arti cinta itu? Meskipun saya tidak termasuk kategori seorang romantis, disini saya akan coba mengartikannya. Bagi saya, “Cinta itu tak harus memiliki”. Meski terdengar pasaran, kalimat ini cukup bermakna ketika saya mencintai klub kebanggaan saya semenenjak “orok borojol”, yaitu Persib “maung” Bandung. Hebatnya lagi ternyata “pacar” saya yang satu ini juga sangat dicintai jutaan “urang” Sunda yang tersebar di berbagai pelosok Nusantara, bahkan mungkin dunia.
Pada tulisan kali ini, saya akan coba mengambil tema CINTA. Cinta dalam arti mendukung Persib sepenuh hati tanpa harus merasa berhak bahwa Persib adalah milik “saya” (sebagai satu kelompok atau seorang diri). Mengapa demikian? Karena bagi saya “Persib memang tak harus dimiliki”.
Jika ditanya apakah saya sangat “sayang” terhadap Pesib? 100% saya jawab “YA”. Kemudian apakah saya begitu mencintai Persib? dengan mantap dan yakin saya jawab “YA”. Tapi cinta yang saya rasa hanyah cinta yang mungkin bisa di bilang biasa saja.
Maksud “biasa” di sini, ketika saya harus memberikan “cinta” (baca: dukungan) kepada Persib, dengan sendirinya saya akan memberikan cinta itu dengan sepenuh hati, tanpa ada kepura – puraan atau berharap imbalan yang berlebih dari Persib. Ini murni dari dalam hati, dan saya yakin bukan hanya saya saja yang melakukan hal demikian.
Saat Persib merasa kesakitan (baca: kalah), hati ini ikut merasakannya, bahkan seringkali napas ini terasa begitu sesak. Sebaliknya saat Persib menemukan kebahagiannya (baca: kemenangannya), hati pun turut berbunga-bunga, dan hanyut dalam euforia tersebut. Mungkin seperti itu dan hanya sebatas itu, kemampuan saya mencinta dan menyayangi Persib selama ini.
Adapun beberapa komentar atau ide yang pernah saya utarakan sebelumnya, menyikapi berbagai perkembangan Persib belakangan ini, semata hanya berharap agar Persib bisa menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Bagi saya rasa cinta ini sepertinya tak perlu dilebih-lebihkan atau dibesar-besarkan, cukup seperti itu saja.
Namun pada kenyataannya, entah atas dasar cinta yang terlampau besar, atau rasa sayang yang begitu kuat, banyak diantara kita (bobotoh) yang menurut saya masih agak keliru menafsirkan arti “cinta” itu sendiri. Sangat di sayangkan, tapi realita itu masih bisa kita saksikan hingga saat ini.
Sebagai orang Sunda tulen, “cinta” kepada Persib merupakan sebuah bentuk kewajaran, bahkan boleh dibilang hampir mendekati “wajib”. Jika tidak demikian, saya kira patut dipertanyakan juga, sampai sejauhmana nilai “ke-sunda-an” yang dimiliki orang tersebut?
“Cilakanya” jika cinta itu malah diaplikasikan secara berlebihan. Bisa jadi “cinta” (dukungan) yang awalnya diniatkan positif, akibat berlebihan mungkin hasilnya malah jadi “negatif”. Sedikit besarnya saya yakin pasti ini akan merugikan Persib itu sendiri.
Salah satu contoh yang bisa saya ambil, ketika Persib mengontrak pemain berlevel “jagoan”, seringkali kita merasa bangga, bahagia, “sugema”, atau apapun itu namanya, hingga pada akhirnya kita lupa bahwa “sejago” apapun pemain sepakbola, ia tetaplah pemain sepakbola.
Bukan malaikat yang tanpa pernah melakukan kesalahan (baca : blunder, “bad performance”, dsb). Bukan juga “public figure” yang selalu dituntut sempurna pada setiap penampilannya.
Terkadang kita juga keliru, dan terlalu mengelu-elukan mereka secara berlebih. Lebih keliru lagi ketika kita seolah menjadikan mereka sebagai idola layaknya selebritis. Pemain dikejar-kejar, diburu untuk foto bersama, dimintai tanda tangan, dll bahkan sampai dibuat secara khusus komunitas pecinta pemain level “jagoan”. Hadooohhh capedeh!!
Sebetulnya semua itu sah-sah saja, hanya bagi saya ini terlalu berlebihan. Bahkan bisa dikatakan keluar dari konteks “cinta” itu sendiri.
Tak jarang saya temukan, karena mungkin “saking” cintanya kepada Persib, ada atau mungkin banyak diantara kita (bobotoh) yang mencoba ikut meramu strategi. Ada juga yang mencoba ikut “nimrung” mengatur pola permainan. Lebih lucu lagi jika rotasi dan transfer pemain pun ikut diperdebatkan. Disini peran kita sebagai bobotoh atau pelatih???? Dasarnya kita harus ingat tugas dan fungsi masing-masing, “simple” kan?
Mereka, Pemain dan pelatih Persib, (walaupun “jagoan”) tetaplah manusia biasa seperti kita para bobotoh. Tak ada yang terlalu istimewa, hanya saja mereka dikaruniai keterampilan dibidang sepakbola di atas rata-rata. Itu saja.
Tak salah jika merasa bangga, cinta, dan sayang (nyaah) terhadap apa yang kita anggap sebagai milik kita. Hanya saja lakukan semua itu dalam batas sewajarnya, tak usah berlebihan. Jika kita terlalu “mencintai” sesuatu, sekalinya dikecewakan mungkin rasanya akan jauh lebih “sakit”, bahkan mungkin cenderung tak bisa menerima kenyataannya.
Jadi lakukan sewajarnya dan biasa saja, karena “cinta” ini bisa membuat kita “mabuk kepayang” dan lupa atas apa dan siap kita (bobotoh) sebenarnya. Kita sebagai bobotoh yang setiap saat selalu siap mencintai (mendukung)Persib, murni hanyalah sebagai Pendukung setia saja.
Sekali lagi, mereka (Persib) hanya pemain dan pelatih sepakbola “biasa”, tak mungkin setiap saat selalu konsisten berada pada penampilan terbaik mereka. Ada saatnya manusia di atas dan di bawah. Kita hanya bisa berusaha dan berharap yang terbaik, selebihnya saya kira di luar jangkauan kita semua.
Seandainya mereka kembali melakukan kesalahan, atau bermain diluar harapan, tak perlu lagi kita jadi “pacar” yang dikit2 “ngambek”, dikit2 “ngambek” (marah/menghujat/menghina/atau mencoba ikut turun tangan menentukan kebijakan untuk Persib), harus gini, harus gitu, bla bla bla… Semuanya kita anggap biasa saja karena Persib sudah bekerja keras dan berusaha semaksimal mungkin. Adapun hasil, itu hanya bagian kecil dari rasa “cinta” yang kita miliki untuk Persib.
Secara emosional kita memang memiliki Persib, tapi harus kita sadari bahwa Persib tak mungkin bisa dimiliki atau diatur oleh sekian juta orang yang mencintainya, dengan sejuta pola, pendapat dan pemikiran yang didasari rasa cinta yang mungkin “berlebihan”, sekali lagi itu tak mungkin sobat.
Jadi sudahlah! kita percayakan semua pada ahlinya, pada “tukang” nya sajahhh…. Biarkan Persib bekembang dan berprestasi. Berikan kebebasan dan ruang pada pelatih, pemain, manajemen dan official untuk menentukan segala yang terbaik untuk Persib. Berikan kepercayaan secara penuh dan utuh.
Satu hal lagi yang perlu kita ingat, mungkin semuanya tak bisa diraih secepat apa yang kita harapkan bersama. Bisa jadi 1 musim, 2 musim, atau mungkin 5 musim, karena saya yakin tak ada orang yang sanggup memastikan kapan kita (Persib) akan juara.
Sebagai bobotoh kita hanya bisa berusaha dengan terus memberikan cinta itu kepada persib. Jadi bersabarlah dan terus dukung Persib sewajarnya yang kita bisa. “toh” kita pun mencintai Persib bukan untuk 1 atau 2 musim saja kan? PERSIB SALAWASNA “SAMPAI MATI!!!!”
-Cintai Persib dengan sepenuh hati, dan jangan jadi “pacar” yang “overprotective” untuk Persib.-
Penulis Adalah pecinta Persib biasa dari kampung Cipeundeuy, Kab. Bdg Barat.
Pendapat yang dinyatakan dalam karya ini sepenuhnya merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan pendapat redaksi Simamaung.

Penulis: Krisna Ahmad Taufiq
Batas antara cinta dan benci itu tipis.
Bisa jadi kemarin cinta, esok lusa jadinya benci. Cinta membawa bahagia, tapi tak jarang membawa duka. Cinta bisa membuat terlena, hingga mabuk kepayang dan melupakan realita serta logika. Mungkin seperti itulah kata-kata seorang pujangga.
Lantas sebetulnya apa arti cinta itu? Meskipun saya tidak termasuk kategori seorang romantis, disini saya akan coba mengartikannya. Bagi saya, “Cinta itu tak harus memiliki”. Meski terdengar pasaran, kalimat ini cukup bermakna ketika saya mencintai klub kebanggaan saya semenenjak “orok borojol”, yaitu Persib “maung” Bandung. Hebatnya lagi ternyata “pacar” saya yang satu ini juga sangat dicintai jutaan “urang” Sunda yang tersebar di berbagai pelosok Nusantara, bahkan mungkin dunia.
Pada tulisan kali ini, saya akan coba mengambil tema CINTA. Cinta dalam arti mendukung Persib sepenuh hati tanpa harus merasa berhak bahwa Persib adalah milik “saya” (sebagai satu kelompok atau seorang diri). Mengapa demikian? Karena bagi saya “Persib memang tak harus dimiliki”.
Jika ditanya apakah saya sangat “sayang” terhadap Pesib? 100% saya jawab “YA”. Kemudian apakah saya begitu mencintai Persib? dengan mantap dan yakin saya jawab “YA”. Tapi cinta yang saya rasa hanyah cinta yang mungkin bisa di bilang biasa saja.
Maksud “biasa” di sini, ketika saya harus memberikan “cinta” (baca: dukungan) kepada Persib, dengan sendirinya saya akan memberikan cinta itu dengan sepenuh hati, tanpa ada kepura – puraan atau berharap imbalan yang berlebih dari Persib. Ini murni dari dalam hati, dan saya yakin bukan hanya saya saja yang melakukan hal demikian.
Saat Persib merasa kesakitan (baca: kalah), hati ini ikut merasakannya, bahkan seringkali napas ini terasa begitu sesak. Sebaliknya saat Persib menemukan kebahagiannya (baca: kemenangannya), hati pun turut berbunga-bunga, dan hanyut dalam euforia tersebut. Mungkin seperti itu dan hanya sebatas itu, kemampuan saya mencinta dan menyayangi Persib selama ini.
Adapun beberapa komentar atau ide yang pernah saya utarakan sebelumnya, menyikapi berbagai perkembangan Persib belakangan ini, semata hanya berharap agar Persib bisa menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Bagi saya rasa cinta ini sepertinya tak perlu dilebih-lebihkan atau dibesar-besarkan, cukup seperti itu saja.
Namun pada kenyataannya, entah atas dasar cinta yang terlampau besar, atau rasa sayang yang begitu kuat, banyak diantara kita (bobotoh) yang menurut saya masih agak keliru menafsirkan arti “cinta” itu sendiri. Sangat di sayangkan, tapi realita itu masih bisa kita saksikan hingga saat ini.
Sebagai orang Sunda tulen, “cinta” kepada Persib merupakan sebuah bentuk kewajaran, bahkan boleh dibilang hampir mendekati “wajib”. Jika tidak demikian, saya kira patut dipertanyakan juga, sampai sejauhmana nilai “ke-sunda-an” yang dimiliki orang tersebut?
“Cilakanya” jika cinta itu malah diaplikasikan secara berlebihan. Bisa jadi “cinta” (dukungan) yang awalnya diniatkan positif, akibat berlebihan mungkin hasilnya malah jadi “negatif”. Sedikit besarnya saya yakin pasti ini akan merugikan Persib itu sendiri.
Salah satu contoh yang bisa saya ambil, ketika Persib mengontrak pemain berlevel “jagoan”, seringkali kita merasa bangga, bahagia, “sugema”, atau apapun itu namanya, hingga pada akhirnya kita lupa bahwa “sejago” apapun pemain sepakbola, ia tetaplah pemain sepakbola.
Bukan malaikat yang tanpa pernah melakukan kesalahan (baca : blunder, “bad performance”, dsb). Bukan juga “public figure” yang selalu dituntut sempurna pada setiap penampilannya.
Terkadang kita juga keliru, dan terlalu mengelu-elukan mereka secara berlebih. Lebih keliru lagi ketika kita seolah menjadikan mereka sebagai idola layaknya selebritis. Pemain dikejar-kejar, diburu untuk foto bersama, dimintai tanda tangan, dll bahkan sampai dibuat secara khusus komunitas pecinta pemain level “jagoan”. Hadooohhh capedeh!!
Sebetulnya semua itu sah-sah saja, hanya bagi saya ini terlalu berlebihan. Bahkan bisa dikatakan keluar dari konteks “cinta” itu sendiri.
Tak jarang saya temukan, karena mungkin “saking” cintanya kepada Persib, ada atau mungkin banyak diantara kita (bobotoh) yang mencoba ikut meramu strategi. Ada juga yang mencoba ikut “nimrung” mengatur pola permainan. Lebih lucu lagi jika rotasi dan transfer pemain pun ikut diperdebatkan. Disini peran kita sebagai bobotoh atau pelatih???? Dasarnya kita harus ingat tugas dan fungsi masing-masing, “simple” kan?
Mereka, Pemain dan pelatih Persib, (walaupun “jagoan”) tetaplah manusia biasa seperti kita para bobotoh. Tak ada yang terlalu istimewa, hanya saja mereka dikaruniai keterampilan dibidang sepakbola di atas rata-rata. Itu saja.
Tak salah jika merasa bangga, cinta, dan sayang (nyaah) terhadap apa yang kita anggap sebagai milik kita. Hanya saja lakukan semua itu dalam batas sewajarnya, tak usah berlebihan. Jika kita terlalu “mencintai” sesuatu, sekalinya dikecewakan mungkin rasanya akan jauh lebih “sakit”, bahkan mungkin cenderung tak bisa menerima kenyataannya.
Jadi lakukan sewajarnya dan biasa saja, karena “cinta” ini bisa membuat kita “mabuk kepayang” dan lupa atas apa dan siap kita (bobotoh) sebenarnya. Kita sebagai bobotoh yang setiap saat selalu siap mencintai (mendukung)Persib, murni hanyalah sebagai Pendukung setia saja.
Sekali lagi, mereka (Persib) hanya pemain dan pelatih sepakbola “biasa”, tak mungkin setiap saat selalu konsisten berada pada penampilan terbaik mereka. Ada saatnya manusia di atas dan di bawah. Kita hanya bisa berusaha dan berharap yang terbaik, selebihnya saya kira di luar jangkauan kita semua.
Seandainya mereka kembali melakukan kesalahan, atau bermain diluar harapan, tak perlu lagi kita jadi “pacar” yang dikit2 “ngambek”, dikit2 “ngambek” (marah/menghujat/menghina/atau mencoba ikut turun tangan menentukan kebijakan untuk Persib), harus gini, harus gitu, bla bla bla… Semuanya kita anggap biasa saja karena Persib sudah bekerja keras dan berusaha semaksimal mungkin. Adapun hasil, itu hanya bagian kecil dari rasa “cinta” yang kita miliki untuk Persib.
Secara emosional kita memang memiliki Persib, tapi harus kita sadari bahwa Persib tak mungkin bisa dimiliki atau diatur oleh sekian juta orang yang mencintainya, dengan sejuta pola, pendapat dan pemikiran yang didasari rasa cinta yang mungkin “berlebihan”, sekali lagi itu tak mungkin sobat.
Jadi sudahlah! kita percayakan semua pada ahlinya, pada “tukang” nya sajahhh…. Biarkan Persib bekembang dan berprestasi. Berikan kebebasan dan ruang pada pelatih, pemain, manajemen dan official untuk menentukan segala yang terbaik untuk Persib. Berikan kepercayaan secara penuh dan utuh.
Satu hal lagi yang perlu kita ingat, mungkin semuanya tak bisa diraih secepat apa yang kita harapkan bersama. Bisa jadi 1 musim, 2 musim, atau mungkin 5 musim, karena saya yakin tak ada orang yang sanggup memastikan kapan kita (Persib) akan juara.
Sebagai bobotoh kita hanya bisa berusaha dengan terus memberikan cinta itu kepada persib. Jadi bersabarlah dan terus dukung Persib sewajarnya yang kita bisa. “toh” kita pun mencintai Persib bukan untuk 1 atau 2 musim saja kan? PERSIB SALAWASNA “SAMPAI MATI!!!!”
-Cintai Persib dengan sepenuh hati, dan jangan jadi “pacar” yang “overprotective” untuk Persib.-
Penulis Adalah pecinta Persib biasa dari kampung Cipeundeuy, Kab. Bdg Barat.
Pendapat yang dinyatakan dalam karya ini sepenuhnya merupakan pendapat pribadi penulis, tidak mencerminkan pendapat redaksi Simamaung.

sos imah alias sosweat bngget…orng cipendeuy,abi d cinangka
eta pisan kang.
da kalolobaan boboh ayena ma so balener da, padahal da di dunya te teu instan, bituh proses nanaon oge
Betulll.. Mgkn para Bobotoh hnya ingn mngungkapkan unek2 nya sj, tp trkadang trlalu brlebihan. Ya gpp mengkritik dikit, asal jgn menghinakan.. Kami Cinta Persib Salawasna!
kesimpulan na : Kita sebagai bobotoh hanya bisa mendoakan saja dan mendukung..
belajar lah dewasa untuk menyikapi semua’y,
jangan sampe ada kata mencintai sesaat,
seperti contoh persib menang ku sayang persib kalah ku tendang..!! apakah itu bobotoh sejati..?
tetap dukung apapun yg terjadi terhadap persib karna jika kita benar2 bobotoh sejati…
“bobotoh Rancaengang salawasna..!!”
Leures pisan kang .
Percya lh bobotoh ayna mh tos dewasa ,sakeudik nu rda usil mh .
Tp ari hate mh salawasna persib .
Sabar ya persib singkuat rek dikitu dikieu oge tos waktosna juaramah moal aya nubisa ngahalangan berjuang terus maung bandung kami mencintaimu…
Anggap saja masukan dari ” BOBOTOH ” Tercinta…..
karena bobotoh saking sayang &cinta ” PERSIB “….
jd berikan yg terbaik wahai ” PUNGGAWA ” persib …..
tulisan nya panjang, udah dibaca bolak-balik
maaf, tanpa mengurangi rasa hormat kepada sesama bobotoh tapi saya ga nemu esensi nya apa 🙂
aduuuhh… nu kieu nu karunya teh…. cingan esensi teh naon jang davis? bisi benten harfiah na.. 🙂
aih aihhh mengena pisan…pokonamah salawasna persib ah kang;)
beginilah makna cinta kepada persib yang sesungguhnya 😀
betul sekali,kita itu jadi BOBOTOH,atau PELATIH?….
Kalo jadi BOBOTOH jadilah bobotoh yg baik.jngn bisa nya mengatur dan menghina dikala pemain persib kalah.katanya persib salawasna mendukung kalah dan menangnya,mana buktikan dong,jngn hanya omong saja…
sekian aja dari saya orang bekasi yg mendukung PERSIB salawasna kalah dan menangnya.
cinta persib bukan berarti harus mengorbankan segalanya…saya setuju kang
maju terus persib…
tulisan yg sangat cerdas…
Sebagai bobotoh sejati, dimanapun saya berada, saya akan mendukung dan menyempatkan nonton walau hanya di televisi. Tapi sebagai bobotoh juga saya sesalkan kelakuan bobotoh dijalanan yang ta jarang merugikan pengendara lainnya terlebih warga Bandung Sendiri. “Saya juga cinta PERSIB, tapi jangan rusak angkot kalo jalan macet,”ujar seorang penumpang