(Arena Bobotoh) Menerka Penyebab Buruknya Performa Persib
Wednesday, 07 June 2017 | 12:56
Persib Bandung adalah salah satu tim dengan skuad terbaik di Liga 1. Sang juara bertahan menghadapi musim dengan optimisme usai meraih gelar pada kompetisi resmi terakhir pada 2014.
Perombakan besar-besaran pun dilakukan. Tercatat nama-nama tenar seperti Samsul Arif, Muhammad Taufiq, Yandi Sofyan, Dias Angga, Diogo Ferreira, Rahmat Hidayat, Robertino Pugliara, Marcos Flores, Rudolof Yanto Basna, Purwaka Yudi, dan Muhammad Ridwan dilepas tim guna mendatangkan pemain-pemain yang dirasa siap dalam mengarungi kompetisi. Hasilnya Ahmad Jufriyanto, Dedi Kusnandar, Supardi Nasir, dan Matsunaga Shohei kembali berseragam Maung Bandung usai pada musim sebelumnya membela kesebelasan lain. Tentu yang paling mengejutkan publik sepakbola Bandung dan Indonesia pada khususnya adalah dengan didatangkannya mantan pemain Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan, Michael Essien. Kejutan akan kedatangan Essien pun belum berakhir. Karena beberapa saat setelah mendatangkan Essien, manajemen Persib kembali menggebrak dengan mendatangkan Carlton Cole, pemain 34 tahun yang lama membela West Ham United. Launching tim pun dilakukan secara mewah di Stadion Siliwangi pada 2 April 2017 lalu. Julukan Los Galacticos Indonesia pun disematkan kepada Persib.
Musim dimulai dan kini telah memasuki pekan ke-9. Los Galacticos Indonesia justru tampil buruk dengan hanya meraih tiga kemenangan, empat kali hasil seri, dan dua kali menelan kekalahan. Hal tersebut menyebabkan tim yang dinahkodai oleh Djajang Nurdjaman tersebut terdampar diposisi 11. Adalah hal yang sangat kontras melihat posisi Persib di klasmen dengan skuad yang ada saat ini. Berbagai faktor yang menyebabkan hancurnya performa Persib pun muncul. Tampak yang menjadi kambing hitam adalah pelatih Djajang Nurdjaman dengan strateginya yang dinilai Bobotoh selalu membuat kesalahan konyol yang membuat tim kehilangan poin. Kami pun mencoba menganalisis mengapa performa Persib bisa sebegitu jebloknya pada sembilan pertandingan awal di Liga 1.
Tidak Adanya Playmaker yang Menjadi Pusat Serangan Persib
Kehilangan Makan Konate benar-benar dirasakan Persib Bandung, tepat pada Desember 2015 lalu, pemain asal Mali itu meninggalkan Persib. Persib dengan kehadiran dan tanpa kehadirannya terlihat berbeda. Ketika menjadi juara pada tahun 2014, dan juara Piala Presiden pada 2015, Konate menjadi roh bagi permainan Persib Bandung. Tercatat nama-nama seperti Robertino Pugliara, Marcos Flores, Erik Weeks Lewis gagal menggantikan Konate sebagai roh bagi permainan Persib. Dan musim ini Persib selalu kesulitan dalam membangun serangan dan hingga pekan kesembilan hanya delapan gol yang mampu dibuat oleh Atep dkk.
Musim ini Persib kerap memplot Michael Essien, Raphael Maitimo, dan juga Gian Zola sebagai playmaker. Namun, Essien dan Maitimo belum menjadi pemain kunci bagi Persib dan juga Gian Zola yang masih muda dan masih membutuhkan menit bermain yang lebih banyak walaupun progress dari pemuda 18 tahun itu semakin meningkat dari pertandingan ke pertandingan.
Pemain yang Menua
Persib berisikan pemain-pemain berpengalaman yang sangat matang secara permainan. Akan tetapi ini berdampak pada daya ledak Persib yang berkurang. Khususnya pada menit 75-90 para pemain Persib kerap kehabisan stamina untuk menghadapi lawan yang semakin agresif. Hasilnya 4 dari 7 gol yang bersarang ke gawang Persib terjadi dalam 15 menit menjelang akhir pertandingan. Tercatat Erwin Ramdani (menit 88), Gustur Cahyo (menit 90), Matheus de Lopes (menit 89), dan Ilham Udin Armayn (menit 82) berhasil membobol gawang Persib pada 15 menit akhir jelang pertandingan usai. Persib juga banyak dihuni oleh pemain-pemain berusia diatas 30 tahun. Tercatat I Made Wirawan (36 tahun), Vladimir Vujovic (35 tahun), Sergio van Dijk (35 tahun), Tantan (35 tahun), Michael Essien (35 tahun), Supardi Nasir (34 tahun), Carlton Cole (34 tahun), Raphael Maitimo (33 tahun), Atep (32 tahun), Hariono (32 tahun), Tony Sucipto (31 tahun), Wildansyah (30 tahun), dan Ahmad Jufriyanto (30 tahun) adalah pemain-pemain yang berusia diatas 30 tahun saat ini.
Dengan rata-rata usia pemain 28,42 ini tentu berpengaruh terhadap performa dan stamina tim. Persib harus memikirkan regenerasi, terutama pada pos bek tengah dimana Vladimir Vujovic mengatakan bahwa musim ini adalah musim terakhirnya dalam bermain sepakbola.
Strategi yang Monoton
Saat pertama kali diperkenalkan sebagai pelatih Persib pada tahun 2012, banyak suara sumbang mengenai dipilihnya Djanur sebagai pelatih Persib. Diantaranya taktik yang monoton. Pada saat itu terbagi dua kelompok yakni yang pro dan kontra terhadap pemilihan Djanur sebagai pelatih kepala. Akan tetapi pro menjadi mayoritas setelah Djajang berhasil membawa Persib bermain ciamik pada musim pertamanya bersama Persib meskipun hanya berhasil mengakhiri musim diposisi ke-4 klasemen pada waktu itu.
Yang kontra berpendapat bahwa Djanur terlalu mengandalkan sisi kanan yang saat itu dihuni duet Supardi-Ridwan sebagai poros serangan Persib sehingga ketika lawan berhasil mematikan sisi kanan Persib, maka serangan Persib akan menjadi buntu.
Pada tahun 2014, Djanur berhasil mendapatkan Makan Konate yang sepaket dengan Djibril Coulibaly kala itu. Didatangkannya Konate sebenarnya karena faktor Coulibaly yang saat itu bermain ciamik bersama Barito Putra. Namun ternyata Konate berhasil menjadi roh bagi Persib dan pada musim itu Persib berhasil mengakhiri puasa gelar yang hampir dua dekade lamanya. Hal ini membuat Djanur menjadi satu-satunya yang berhasil membawa Persib menjadi juara sebagai pemain, asisten pelatih, dan pelatih kepala.
Hampir tiga tahun setelah menjadi juara, Persib kembali bermain dikompetisi resmi setelah dua tahun lamanya tanpa kompetisi resmi akibat dijatuhkannya sanksi FIFA kepada Indonesia pada tahun 2015. Djajang Nurdjaman kembali dipilih manajemen untuk mengarsiteki Persib. Sembilan laga sudah berlalu dan Persib masih mencari bentuk line-up terbaik, tercatat selama 9 pekan, starting line-up Persib selalu berubah-ubah. Regulasi yang mewajibkan bermainnya pemain U-23 minimal selama 45 menit juga membuat permainan Persib tidak menarik untuk dilihat. Hal ini diperparah dengan dipanggilnya dua pemain U-23 Persib ke tim nasional yakni, Gian Zola dan Febri Hariyadi. Selain itu Djanur juga kerap melakukan kesalahan taktikal seperti ketika bermain melawan PS TNI dimana ia mengganti Billy Keraf yang saat itu sedang on fire dengan Carlton Cole. Hal tersebut membuat permainan Persib menurun dan pada akhirnya keunggulan 2-0 sirna ketika PS TNI berhasil mencetak dua gol dalam kurun waktu tiga menit.
Pada saat melawan Pusamania Borneo FC pada pekan ketujuh Djanur juga melakukan kesalahan taktikal dimana ia memilih untuk menurunkan tempo pada saat unggul 2-1 pada menit ke-30, padahal ketika itu Persib bermain kandang dan didukung oleh puluhan ribu Bobotoh yang memadati GBLA. Kembali kesalahan tersebut membuat keunggulan yang dimiliki Persib sirna ketika Matheus de Lopes mencetak gol pada menit ke-89. Pada pertandingan kemarin melawan Bhayangakara FC, Djanur juga melakukan kesalahan dengan mengganti Wildansyah yang berposisi bek dan menggantinya dengan Shohei Matsunaga yang berposisi sebagai striker. Hal ini membuat Persib kekurangan pemain dilini belakang dan puncaknya Bhayangkara FC mencetak gol kedua melalui Ilham Udin Armayn. Gol yang membuat sebagian Bobotoh melakukan invasi ke dalam lapangan.
Selain kesalahan taktikal, Persib juga tidak memiliki variasi serangan. Ketika bermain tanpa target man, Persib memilih memainkan bola crossing dimana crossing tersebut sangat mudah dipatahkan lawan. Setiap pertandingan, Persib juga kesulitan untuk mengancam gawang lawan, bahkan untuk mencatatkan shoot on target. Delapan gol dari sembilan laga menunjukkan betapa sulitnya Persib mencetak gol.
Campur Tangan Manajemen?
Ketika menyaksikan pertandingan melawan Bhayangkara FC, saya sekilas melihat Haji Umuh Muchtar selaku manajer Persib memberikan instruksi kepada para pemain di lapangan. Hal ini mengindikasikan bahwa Djajang tidak memiliki kebebasan untuk memilih pemain yang akan dimainkannya. Hal ini diperparah dengan adanya tweet dari mantan pelatih Persib, Dejan Antonic yang mengindikasikan bahwa ketika dirinya melatih Persib dia tidak memiliki kebebasan layaknya saat ia melatih PBR, Arema Indonesia, maupun Pro Duta. Setelah adanya isu tersebut muncullah rumor bahwa pemain-pemain yang ada saat ini adalah bukan keinginan pelatih dan hanya pemain yang dititip manajemen untuk meningkatkan pangsa pasar Persib di Indonesia.
Faktor-faktor tersebut bisa jadi merupakan faktor utama melempemnya Persib dalam ajang Liga 1 kali ini. Suara yang terus mengatakan agar Djajang Nurdjaman mengundurkan diri dari Persib semakin kencang, terhitung sejak Persib bermain imbang dengan Semen Padang di Stadion H. Agus Salim di Kota Padang. Suara ini semakin nyaring kala Persib mencatatkan dua kekalahan beruntun kala berhadapan dengan Bali United dan Bhayangkara FC. Bahkan sebagian Bobotoh masuk ke dalam lapangan kala Bhayangkara mencetak gol kedua mereka. Performa Persib memang mengecewakan bagi pihak-pihak yang terus menginginkan Persib konsisten berada di papan atas.
Insiden kemarin mengingatkan kita kepada insiden tahun 2008 ketika Hendrik Mulyadi masuk ke dalam lapangan ketika Timnas Indonesia berhadapan dengan Oman pada ajang pra Piala Asia. Terkadang hal tersebut dicap sebagai sesuatu yang barbar dan kampungan. Namun, bagi Bobotoh kemarin mengungkapkan rasa cinta mereka yang besar, rasa cinta yang tiada bandingannya, rasa cinta yang membuat orang rela mempertaruhkan nyawanya demi menonton Persib. Semua itu dilakukan demi apa? Demi kejayaan cinta kami yang sejati, Persib Bandung. BAGIMU PERSIB JIWA RAGA KAMI!!
Kini berada di Medan namun cinta pada PERSIB sudah menjadi satu hal yang abadi. Twitter dan IG: @samuelchelsib

Persib Bandung adalah salah satu tim dengan skuad terbaik di Liga 1. Sang juara bertahan menghadapi musim dengan optimisme usai meraih gelar pada kompetisi resmi terakhir pada 2014.
Perombakan besar-besaran pun dilakukan. Tercatat nama-nama tenar seperti Samsul Arif, Muhammad Taufiq, Yandi Sofyan, Dias Angga, Diogo Ferreira, Rahmat Hidayat, Robertino Pugliara, Marcos Flores, Rudolof Yanto Basna, Purwaka Yudi, dan Muhammad Ridwan dilepas tim guna mendatangkan pemain-pemain yang dirasa siap dalam mengarungi kompetisi. Hasilnya Ahmad Jufriyanto, Dedi Kusnandar, Supardi Nasir, dan Matsunaga Shohei kembali berseragam Maung Bandung usai pada musim sebelumnya membela kesebelasan lain. Tentu yang paling mengejutkan publik sepakbola Bandung dan Indonesia pada khususnya adalah dengan didatangkannya mantan pemain Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan, Michael Essien. Kejutan akan kedatangan Essien pun belum berakhir. Karena beberapa saat setelah mendatangkan Essien, manajemen Persib kembali menggebrak dengan mendatangkan Carlton Cole, pemain 34 tahun yang lama membela West Ham United. Launching tim pun dilakukan secara mewah di Stadion Siliwangi pada 2 April 2017 lalu. Julukan Los Galacticos Indonesia pun disematkan kepada Persib.
Musim dimulai dan kini telah memasuki pekan ke-9. Los Galacticos Indonesia justru tampil buruk dengan hanya meraih tiga kemenangan, empat kali hasil seri, dan dua kali menelan kekalahan. Hal tersebut menyebabkan tim yang dinahkodai oleh Djajang Nurdjaman tersebut terdampar diposisi 11. Adalah hal yang sangat kontras melihat posisi Persib di klasmen dengan skuad yang ada saat ini. Berbagai faktor yang menyebabkan hancurnya performa Persib pun muncul. Tampak yang menjadi kambing hitam adalah pelatih Djajang Nurdjaman dengan strateginya yang dinilai Bobotoh selalu membuat kesalahan konyol yang membuat tim kehilangan poin. Kami pun mencoba menganalisis mengapa performa Persib bisa sebegitu jebloknya pada sembilan pertandingan awal di Liga 1.
Tidak Adanya Playmaker yang Menjadi Pusat Serangan Persib
Kehilangan Makan Konate benar-benar dirasakan Persib Bandung, tepat pada Desember 2015 lalu, pemain asal Mali itu meninggalkan Persib. Persib dengan kehadiran dan tanpa kehadirannya terlihat berbeda. Ketika menjadi juara pada tahun 2014, dan juara Piala Presiden pada 2015, Konate menjadi roh bagi permainan Persib Bandung. Tercatat nama-nama seperti Robertino Pugliara, Marcos Flores, Erik Weeks Lewis gagal menggantikan Konate sebagai roh bagi permainan Persib. Dan musim ini Persib selalu kesulitan dalam membangun serangan dan hingga pekan kesembilan hanya delapan gol yang mampu dibuat oleh Atep dkk.
Musim ini Persib kerap memplot Michael Essien, Raphael Maitimo, dan juga Gian Zola sebagai playmaker. Namun, Essien dan Maitimo belum menjadi pemain kunci bagi Persib dan juga Gian Zola yang masih muda dan masih membutuhkan menit bermain yang lebih banyak walaupun progress dari pemuda 18 tahun itu semakin meningkat dari pertandingan ke pertandingan.
Pemain yang Menua
Persib berisikan pemain-pemain berpengalaman yang sangat matang secara permainan. Akan tetapi ini berdampak pada daya ledak Persib yang berkurang. Khususnya pada menit 75-90 para pemain Persib kerap kehabisan stamina untuk menghadapi lawan yang semakin agresif. Hasilnya 4 dari 7 gol yang bersarang ke gawang Persib terjadi dalam 15 menit menjelang akhir pertandingan. Tercatat Erwin Ramdani (menit 88), Gustur Cahyo (menit 90), Matheus de Lopes (menit 89), dan Ilham Udin Armayn (menit 82) berhasil membobol gawang Persib pada 15 menit akhir jelang pertandingan usai. Persib juga banyak dihuni oleh pemain-pemain berusia diatas 30 tahun. Tercatat I Made Wirawan (36 tahun), Vladimir Vujovic (35 tahun), Sergio van Dijk (35 tahun), Tantan (35 tahun), Michael Essien (35 tahun), Supardi Nasir (34 tahun), Carlton Cole (34 tahun), Raphael Maitimo (33 tahun), Atep (32 tahun), Hariono (32 tahun), Tony Sucipto (31 tahun), Wildansyah (30 tahun), dan Ahmad Jufriyanto (30 tahun) adalah pemain-pemain yang berusia diatas 30 tahun saat ini.
Dengan rata-rata usia pemain 28,42 ini tentu berpengaruh terhadap performa dan stamina tim. Persib harus memikirkan regenerasi, terutama pada pos bek tengah dimana Vladimir Vujovic mengatakan bahwa musim ini adalah musim terakhirnya dalam bermain sepakbola.
Strategi yang Monoton
Saat pertama kali diperkenalkan sebagai pelatih Persib pada tahun 2012, banyak suara sumbang mengenai dipilihnya Djanur sebagai pelatih Persib. Diantaranya taktik yang monoton. Pada saat itu terbagi dua kelompok yakni yang pro dan kontra terhadap pemilihan Djanur sebagai pelatih kepala. Akan tetapi pro menjadi mayoritas setelah Djajang berhasil membawa Persib bermain ciamik pada musim pertamanya bersama Persib meskipun hanya berhasil mengakhiri musim diposisi ke-4 klasemen pada waktu itu.
Yang kontra berpendapat bahwa Djanur terlalu mengandalkan sisi kanan yang saat itu dihuni duet Supardi-Ridwan sebagai poros serangan Persib sehingga ketika lawan berhasil mematikan sisi kanan Persib, maka serangan Persib akan menjadi buntu.
Pada tahun 2014, Djanur berhasil mendapatkan Makan Konate yang sepaket dengan Djibril Coulibaly kala itu. Didatangkannya Konate sebenarnya karena faktor Coulibaly yang saat itu bermain ciamik bersama Barito Putra. Namun ternyata Konate berhasil menjadi roh bagi Persib dan pada musim itu Persib berhasil mengakhiri puasa gelar yang hampir dua dekade lamanya. Hal ini membuat Djanur menjadi satu-satunya yang berhasil membawa Persib menjadi juara sebagai pemain, asisten pelatih, dan pelatih kepala.
Hampir tiga tahun setelah menjadi juara, Persib kembali bermain dikompetisi resmi setelah dua tahun lamanya tanpa kompetisi resmi akibat dijatuhkannya sanksi FIFA kepada Indonesia pada tahun 2015. Djajang Nurdjaman kembali dipilih manajemen untuk mengarsiteki Persib. Sembilan laga sudah berlalu dan Persib masih mencari bentuk line-up terbaik, tercatat selama 9 pekan, starting line-up Persib selalu berubah-ubah. Regulasi yang mewajibkan bermainnya pemain U-23 minimal selama 45 menit juga membuat permainan Persib tidak menarik untuk dilihat. Hal ini diperparah dengan dipanggilnya dua pemain U-23 Persib ke tim nasional yakni, Gian Zola dan Febri Hariyadi. Selain itu Djanur juga kerap melakukan kesalahan taktikal seperti ketika bermain melawan PS TNI dimana ia mengganti Billy Keraf yang saat itu sedang on fire dengan Carlton Cole. Hal tersebut membuat permainan Persib menurun dan pada akhirnya keunggulan 2-0 sirna ketika PS TNI berhasil mencetak dua gol dalam kurun waktu tiga menit.
Pada saat melawan Pusamania Borneo FC pada pekan ketujuh Djanur juga melakukan kesalahan taktikal dimana ia memilih untuk menurunkan tempo pada saat unggul 2-1 pada menit ke-30, padahal ketika itu Persib bermain kandang dan didukung oleh puluhan ribu Bobotoh yang memadati GBLA. Kembali kesalahan tersebut membuat keunggulan yang dimiliki Persib sirna ketika Matheus de Lopes mencetak gol pada menit ke-89. Pada pertandingan kemarin melawan Bhayangakara FC, Djanur juga melakukan kesalahan dengan mengganti Wildansyah yang berposisi bek dan menggantinya dengan Shohei Matsunaga yang berposisi sebagai striker. Hal ini membuat Persib kekurangan pemain dilini belakang dan puncaknya Bhayangkara FC mencetak gol kedua melalui Ilham Udin Armayn. Gol yang membuat sebagian Bobotoh melakukan invasi ke dalam lapangan.
Selain kesalahan taktikal, Persib juga tidak memiliki variasi serangan. Ketika bermain tanpa target man, Persib memilih memainkan bola crossing dimana crossing tersebut sangat mudah dipatahkan lawan. Setiap pertandingan, Persib juga kesulitan untuk mengancam gawang lawan, bahkan untuk mencatatkan shoot on target. Delapan gol dari sembilan laga menunjukkan betapa sulitnya Persib mencetak gol.
Campur Tangan Manajemen?
Ketika menyaksikan pertandingan melawan Bhayangkara FC, saya sekilas melihat Haji Umuh Muchtar selaku manajer Persib memberikan instruksi kepada para pemain di lapangan. Hal ini mengindikasikan bahwa Djajang tidak memiliki kebebasan untuk memilih pemain yang akan dimainkannya. Hal ini diperparah dengan adanya tweet dari mantan pelatih Persib, Dejan Antonic yang mengindikasikan bahwa ketika dirinya melatih Persib dia tidak memiliki kebebasan layaknya saat ia melatih PBR, Arema Indonesia, maupun Pro Duta. Setelah adanya isu tersebut muncullah rumor bahwa pemain-pemain yang ada saat ini adalah bukan keinginan pelatih dan hanya pemain yang dititip manajemen untuk meningkatkan pangsa pasar Persib di Indonesia.
Faktor-faktor tersebut bisa jadi merupakan faktor utama melempemnya Persib dalam ajang Liga 1 kali ini. Suara yang terus mengatakan agar Djajang Nurdjaman mengundurkan diri dari Persib semakin kencang, terhitung sejak Persib bermain imbang dengan Semen Padang di Stadion H. Agus Salim di Kota Padang. Suara ini semakin nyaring kala Persib mencatatkan dua kekalahan beruntun kala berhadapan dengan Bali United dan Bhayangkara FC. Bahkan sebagian Bobotoh masuk ke dalam lapangan kala Bhayangkara mencetak gol kedua mereka. Performa Persib memang mengecewakan bagi pihak-pihak yang terus menginginkan Persib konsisten berada di papan atas.
Insiden kemarin mengingatkan kita kepada insiden tahun 2008 ketika Hendrik Mulyadi masuk ke dalam lapangan ketika Timnas Indonesia berhadapan dengan Oman pada ajang pra Piala Asia. Terkadang hal tersebut dicap sebagai sesuatu yang barbar dan kampungan. Namun, bagi Bobotoh kemarin mengungkapkan rasa cinta mereka yang besar, rasa cinta yang tiada bandingannya, rasa cinta yang membuat orang rela mempertaruhkan nyawanya demi menonton Persib. Semua itu dilakukan demi apa? Demi kejayaan cinta kami yang sejati, Persib Bandung. BAGIMU PERSIB JIWA RAGA KAMI!!
Kini berada di Medan namun cinta pada PERSIB sudah menjadi satu hal yang abadi. Twitter dan IG: @samuelchelsib

Ka bpk manajemen,,
Klu djanur jadi mundur
Saya lebih setuju
Kang djanur janten
Direktur tehnik persib
Terus cari pelatih yg bisa meramu tim dan pemain yg sdh ada,,