(Arena Bobotoh) Mencari Kelemahan Sang Legenda
Monday, 06 March 2017 | 18:06
Tak hanya bobotoh, semua insan sepak bola tahu Djajang Nurdjaman adalah legenda hidup PERSIB. Tak hanya sembarang legenda, selain trofi-trofi yang ditorehkannya sebelum menjadi pelatih beliau juga telah mengangkat PERSIB ke puncak kejayaan dalam 20 tahun terakhir.
Kini semua klub yang menghadapi PERSIB harus selalu siap kalah, tim besar maupun kecil, baik di kandang mereka apalagi kandang Maung Bandung sendiri. Kini, seluruh elemen bobotoh maupun yang selalu datang ke stadion maupun golongan Bon Jovi, akan dengan riang menonton Pangeran Biru berlaga. Bisa dibilang, cukup yakin tim kesayangan kita tidak akan kalah atau dipermalukan.
Namun, sampai kapan Maung Bandung akan terus berjaya? Bahkan tim ‘The Invicible’ Arsenal akan menemui titik penurunan performa seiring menua atau hengkangnya beberapa bintang. Barcelona yang begitu digdaya pada periode 2010an lama-lama mulai pudar seiring penurunan performa Lionel Messi dan belum ditemukannya sosok sepadan pengganti Xavi. Maka, sebelum badai menerjang, faktor apa saja yang dapat menjadi ‘achilles heel’ atau titik lemah dari tim PERSIB saat ini?
1. Skema yang kurang bervariasi
Jika kita memperhatikan skema permainan yang diterapkan Djanur pada musim juara 2014, kita akan mendapati pola yang sama persis dengan yang berusaha diterapkan Djanur pada musim ini:
Formasi yang sering dipakai Djanur adalah 4-2-3-1 yang sering digunakan pada laga kandang atau laga-laga melawan tim lemah, dan 4-3-3 ketika melawan tim kuat dan berusaha menggebrak dalam skema counter attack.
Pada musim 2014, posisi 4 bek ditempati 2 ball playing defender dan 2 attacking wing back. Kebetulan komposisi yang diterapkan sama, yaitu kuartet Supardi-Vlado-Jupe-Toncip. Kedua bek selalu rajin membantu serangan dan melakukan tiki taka dan overlap dengan dua winger di depan.
Kemudian, pada 4-2-3-1 pos 2 gelandang diisi oleh seorang deep lying playmaker dan seorang gelandang jangkar. Pada musim 2014, posisi ini aman dalam genggaman Firman-Hariono, dan di bangku cadangan selalu sedia M.Taufiq, yang selalu siap membantu jika salah satu dari duet tersebut cedera atau kelelahan. Kebetulan, Bos Taufiq mempunyai kemampuan menyerang dan bertahan yang sama baiknya.
Musim ini, hanya Mas Har yang bertahan sebagai gelandang jangkar dan peran ‘playmaker jero’ dipegang putra Jatinangor Dedi Kusnandar, sedangkan peran Taufiq diisi Kim Kurniawan, lagi-lagi gelandang dengan mobilitas seperti kenek Caheum-Ciroyom yang siap berlari-lari tak kenal lelah. Walau terdiri dari pemain yang berbeda, nampak skema yang sama berusaha diterapkan Djanur.
Di depan duo gelandang, terdapat komposisi trisula yang selalu diisi pemain-pemain dengan kecepatan dan mobilitas tinggi, serta naluri mencetak gol yang mumpuni. Nampak nama-nama lama masih bertahan seperti Atep dan Tantan, dan muncul nama-nama baru seperti Febri Haryadi dan Shohei Matsunaga. Nama-nama tersebut menggantikan pemain-pemain yang dulu sukses membuat bek-bek lawan muntah darah; Ferdinand Sinaga dan M. Ridwan. Lagi-lagi, ada kemiripan disini. Ferdinand Sinaga dan Shohei Matsunaga sama-sama berposisi alami sebagai striker namun dapat ditempatkan di posisi sayap karena kecepatannya. Keduanya juga sama-sama memiliki akhiran nama ‘-naga’. M. Ridwan dan Febri Haryadi memang masih jauh sebelum bisa dibandingkan, namun sama-sama memiliki kecepatan tinggi, dribel yang ciamik, dan memiliki kemampuan crossing dan visi bermain yang baik.
Terakhir, di posisi penyerang depan. Pada musim 2014 posisi itu ditempati Djibril Coulibaly dan kini diisi Sergio Van Dijk; keduanya sama-sama tipikal Target Man yang siap menerima bola-bola sulit baik untuk mencetak gol, maupun memberi ruang atau umpan bagi tiga barisan gelandang yang bagai tiga macan yang siap menerkam.
Dari komposisi pemain dapat ditangkap bahwa skema yang berusaha dibangun Djanur pada musim juara dan musim juara bertahan adalah sama, maupun dengan komposisi pemain berbeda. Apakah skema ini lama-lama akan terbaca dan diantisipasi oleh tim lawan?
2. Tidak adanya pengisi ‘Konate Role’
Mungkin sejauh ini penulis telah membuat sebagian pembaca geram. Tentunya pada pembahasan komposisi pemain di atas ada satu nama yang belum tersebut, siapa lagi kalau bukan ‘Si Kasep’ Makan Konate. Ya, peran Konate sebagai seorang ‘genius’ yang siap dan bisa melakukan apa saja untuk menambah dinamika permainan Maung Bandung; baik menggiring bola, mencetak gol, membuka ruang, ikut menyerang maupun bertahan. Peran ini sangat vital bagi skema yang berusaha dibangun Djajang dan sang allenatore sendiri mengaku, ia masih mencari pemain dengan kemampuan yang sama.
Sejauh ini ada 3 nama yang sedang memperebutkan hati Djanur dan bobotoh, playmaker ternama Erick Weeks Lewis dan 2 pemain anyar Willie Overtoom dan Mirko Livaja. Weeks sebagai pemain yang telah malang melintang di kancah sepakbola nasional tentu tidak mau kalah dengan nama-nama lain yang baru kali pertama menjejakkan kaki di Tanah Air. Namun, sejauh ini performa yang ditunjukkan nampak posisi Weeks di skuad Maung Bandung jauh dari aman. Bahkan kini kita jadi maklum kenapa manajemen hanya mengontrak Weeks selama gelaran Piala Presiden saja.
3. Peran Pemimpin Lapangan
Mungkin agak naif membahas faktor luar lapangan yang hanya sebagian kecil kita tahu, dan mengait-ngaitkannya dengan keberhasilan PERSIB menjuarai liga yang sepenuhnya ditentukan selama 90 menit di lapangan selama semusim. Namun, faktor luar lapangan mau tidak mau punya pengaruh juga dalam chemistry dan performa tim secara keseluruhan.
Jika kita membaca peran pemimpin di tim PERSIB, tentu peran ini dipegang Atep dan Hariono sebagai kapten dan wakil kapten sekaligus pemain dengan masa bakti terlama di PERSIB sejauh ini. Namun, bukannya meragukan kapasitas Lord dan Mas Har, namun, dengan perih penulis mengakui karisma yang mereka tunjukkan belum bisa menyamai karisma FU. Memang, dalam 2 tahun terakhir Atep kini lebih vokal dan nampak sering memimpin doa tim di berbagai kesempatan, namun performanya belum sepenuhnya konsisten. Mas Har juga bukannya kurang cocok jadi kapten, walau ia terkenal pendiam secara pribadi, kapten seperti ini dipilih sebagai kapten yang memimpin dengan contoh, dengan menampilkan performa apik di lapangan, seorang kapten akan mengangkat moral, dan semangat pemain lain di lapangan. Namun, FU adalah kombinasi keduanya; ia adalah seorang yang vokal sekaligus memiliki kemampuan yang sangat diandalkan tim. Tak lupa catatan beberapa jurnalis yang mencatat kemampuan lebih FU dalam bonding tim seperti mengajak nyanyi bersama dan mengobrol dengan pemain lain secara pribadi. Peran kapten di luar lapanganlah yang membuat pemain lain memiliki performa baik di lapangan.
Maka, dengan semakin mendekatnya tonggak awal Liga 1, masih ada waktu untuk sang legenda membenahi skuadnya baik luar maupun dalam. Apalagi PERSIB didukung oleh kemampuan finansial dan club stature yang sangat baik, maka tidak sulit menarik minat pemain dengan level di atas rata-rata klub-klub di Indonesia.
Ditulis oleh M. Rifqi F, Bobotoh dengan akun twitter @mrfqf

Tak hanya bobotoh, semua insan sepak bola tahu Djajang Nurdjaman adalah legenda hidup PERSIB. Tak hanya sembarang legenda, selain trofi-trofi yang ditorehkannya sebelum menjadi pelatih beliau juga telah mengangkat PERSIB ke puncak kejayaan dalam 20 tahun terakhir.
Kini semua klub yang menghadapi PERSIB harus selalu siap kalah, tim besar maupun kecil, baik di kandang mereka apalagi kandang Maung Bandung sendiri. Kini, seluruh elemen bobotoh maupun yang selalu datang ke stadion maupun golongan Bon Jovi, akan dengan riang menonton Pangeran Biru berlaga. Bisa dibilang, cukup yakin tim kesayangan kita tidak akan kalah atau dipermalukan.
Namun, sampai kapan Maung Bandung akan terus berjaya? Bahkan tim ‘The Invicible’ Arsenal akan menemui titik penurunan performa seiring menua atau hengkangnya beberapa bintang. Barcelona yang begitu digdaya pada periode 2010an lama-lama mulai pudar seiring penurunan performa Lionel Messi dan belum ditemukannya sosok sepadan pengganti Xavi. Maka, sebelum badai menerjang, faktor apa saja yang dapat menjadi ‘achilles heel’ atau titik lemah dari tim PERSIB saat ini?
1. Skema yang kurang bervariasi
Jika kita memperhatikan skema permainan yang diterapkan Djanur pada musim juara 2014, kita akan mendapati pola yang sama persis dengan yang berusaha diterapkan Djanur pada musim ini:
Formasi yang sering dipakai Djanur adalah 4-2-3-1 yang sering digunakan pada laga kandang atau laga-laga melawan tim lemah, dan 4-3-3 ketika melawan tim kuat dan berusaha menggebrak dalam skema counter attack.
Pada musim 2014, posisi 4 bek ditempati 2 ball playing defender dan 2 attacking wing back. Kebetulan komposisi yang diterapkan sama, yaitu kuartet Supardi-Vlado-Jupe-Toncip. Kedua bek selalu rajin membantu serangan dan melakukan tiki taka dan overlap dengan dua winger di depan.
Kemudian, pada 4-2-3-1 pos 2 gelandang diisi oleh seorang deep lying playmaker dan seorang gelandang jangkar. Pada musim 2014, posisi ini aman dalam genggaman Firman-Hariono, dan di bangku cadangan selalu sedia M.Taufiq, yang selalu siap membantu jika salah satu dari duet tersebut cedera atau kelelahan. Kebetulan, Bos Taufiq mempunyai kemampuan menyerang dan bertahan yang sama baiknya.
Musim ini, hanya Mas Har yang bertahan sebagai gelandang jangkar dan peran ‘playmaker jero’ dipegang putra Jatinangor Dedi Kusnandar, sedangkan peran Taufiq diisi Kim Kurniawan, lagi-lagi gelandang dengan mobilitas seperti kenek Caheum-Ciroyom yang siap berlari-lari tak kenal lelah. Walau terdiri dari pemain yang berbeda, nampak skema yang sama berusaha diterapkan Djanur.
Di depan duo gelandang, terdapat komposisi trisula yang selalu diisi pemain-pemain dengan kecepatan dan mobilitas tinggi, serta naluri mencetak gol yang mumpuni. Nampak nama-nama lama masih bertahan seperti Atep dan Tantan, dan muncul nama-nama baru seperti Febri Haryadi dan Shohei Matsunaga. Nama-nama tersebut menggantikan pemain-pemain yang dulu sukses membuat bek-bek lawan muntah darah; Ferdinand Sinaga dan M. Ridwan. Lagi-lagi, ada kemiripan disini. Ferdinand Sinaga dan Shohei Matsunaga sama-sama berposisi alami sebagai striker namun dapat ditempatkan di posisi sayap karena kecepatannya. Keduanya juga sama-sama memiliki akhiran nama ‘-naga’. M. Ridwan dan Febri Haryadi memang masih jauh sebelum bisa dibandingkan, namun sama-sama memiliki kecepatan tinggi, dribel yang ciamik, dan memiliki kemampuan crossing dan visi bermain yang baik.
Terakhir, di posisi penyerang depan. Pada musim 2014 posisi itu ditempati Djibril Coulibaly dan kini diisi Sergio Van Dijk; keduanya sama-sama tipikal Target Man yang siap menerima bola-bola sulit baik untuk mencetak gol, maupun memberi ruang atau umpan bagi tiga barisan gelandang yang bagai tiga macan yang siap menerkam.
Dari komposisi pemain dapat ditangkap bahwa skema yang berusaha dibangun Djanur pada musim juara dan musim juara bertahan adalah sama, maupun dengan komposisi pemain berbeda. Apakah skema ini lama-lama akan terbaca dan diantisipasi oleh tim lawan?
2. Tidak adanya pengisi ‘Konate Role’
Mungkin sejauh ini penulis telah membuat sebagian pembaca geram. Tentunya pada pembahasan komposisi pemain di atas ada satu nama yang belum tersebut, siapa lagi kalau bukan ‘Si Kasep’ Makan Konate. Ya, peran Konate sebagai seorang ‘genius’ yang siap dan bisa melakukan apa saja untuk menambah dinamika permainan Maung Bandung; baik menggiring bola, mencetak gol, membuka ruang, ikut menyerang maupun bertahan. Peran ini sangat vital bagi skema yang berusaha dibangun Djajang dan sang allenatore sendiri mengaku, ia masih mencari pemain dengan kemampuan yang sama.
Sejauh ini ada 3 nama yang sedang memperebutkan hati Djanur dan bobotoh, playmaker ternama Erick Weeks Lewis dan 2 pemain anyar Willie Overtoom dan Mirko Livaja. Weeks sebagai pemain yang telah malang melintang di kancah sepakbola nasional tentu tidak mau kalah dengan nama-nama lain yang baru kali pertama menjejakkan kaki di Tanah Air. Namun, sejauh ini performa yang ditunjukkan nampak posisi Weeks di skuad Maung Bandung jauh dari aman. Bahkan kini kita jadi maklum kenapa manajemen hanya mengontrak Weeks selama gelaran Piala Presiden saja.
3. Peran Pemimpin Lapangan
Mungkin agak naif membahas faktor luar lapangan yang hanya sebagian kecil kita tahu, dan mengait-ngaitkannya dengan keberhasilan PERSIB menjuarai liga yang sepenuhnya ditentukan selama 90 menit di lapangan selama semusim. Namun, faktor luar lapangan mau tidak mau punya pengaruh juga dalam chemistry dan performa tim secara keseluruhan.
Jika kita membaca peran pemimpin di tim PERSIB, tentu peran ini dipegang Atep dan Hariono sebagai kapten dan wakil kapten sekaligus pemain dengan masa bakti terlama di PERSIB sejauh ini. Namun, bukannya meragukan kapasitas Lord dan Mas Har, namun, dengan perih penulis mengakui karisma yang mereka tunjukkan belum bisa menyamai karisma FU. Memang, dalam 2 tahun terakhir Atep kini lebih vokal dan nampak sering memimpin doa tim di berbagai kesempatan, namun performanya belum sepenuhnya konsisten. Mas Har juga bukannya kurang cocok jadi kapten, walau ia terkenal pendiam secara pribadi, kapten seperti ini dipilih sebagai kapten yang memimpin dengan contoh, dengan menampilkan performa apik di lapangan, seorang kapten akan mengangkat moral, dan semangat pemain lain di lapangan. Namun, FU adalah kombinasi keduanya; ia adalah seorang yang vokal sekaligus memiliki kemampuan yang sangat diandalkan tim. Tak lupa catatan beberapa jurnalis yang mencatat kemampuan lebih FU dalam bonding tim seperti mengajak nyanyi bersama dan mengobrol dengan pemain lain secara pribadi. Peran kapten di luar lapanganlah yang membuat pemain lain memiliki performa baik di lapangan.
Maka, dengan semakin mendekatnya tonggak awal Liga 1, masih ada waktu untuk sang legenda membenahi skuadnya baik luar maupun dalam. Apalagi PERSIB didukung oleh kemampuan finansial dan club stature yang sangat baik, maka tidak sulit menarik minat pemain dengan level di atas rata-rata klub-klub di Indonesia.
Ditulis oleh M. Rifqi F, Bobotoh dengan akun twitter @mrfqf

Satuju kang, faktor konate dan firman nu leungit teh, kamari geus deadlock biasana aya si kasep konate nu sok memecah kebuntuan tapi apa daya si kasep hanya tinggal kenangan tuluy kamari oge pas mental persib geus mulai cape biasana aya don capitano fu15 nu ngangkat moral selain vlado
setuju dgn postingan nya kang..
yg jls evaluasi menyeluruh buat persib..manajemen hendak nya lebih peka dgn koreksi yg dilontarkan bobotoh,..
1.kebutuhan striker urgent.
2.hilangkan ego putra daerah dlm menunjuk el capitano (atep),luar daerah kalo figur nya bs jadi pemimpin luar dan dlm tim,knp tdk di jd kan el capitano.
3.rotasi goal kepeer.
4.variasi strategi dan pergantian pemain dari coach yg mudah di tebak.
cm saran dan unek2 aja..
persib di hati
persib di nanti
persib sampai mati
Masi terasa duka terhempasnya persib di ajang pilpres sedih , teu puguh cabak , asa kalengitan naon teparuguh we lah asa karampogan
Mantap tulisannya kang !
sebenerna peran kapten mah leuwih pantes toncip dibanding atep & mashar, memang pemain 2 eta legend tapi katingali pas manehna duaan protes ka wasit jeung jigana kurang bisa memotivasi tim, saya lebih condong ka toncip utk urusan kaptem tim
Apa yang diomongin Iwan Setiawan emang aya bener na sih, Djanur mah miskin taktik cuma ngandelin pemain bintang.
betul :
1. skema. dan pemeran skema. untuk menyerang Jasuk lebih oke dibanding Toncip. Peran Zola dan Henhen agar diberi jam terbang lebih lagi bahkan Basith, dia punya sesuatu. Kapanlagi dot com.
2. Konate role. oke kita memang butuh pemain asing yang kuat secara fisik dan skill. bukan hanya AMF tapi juga Striker. Pemain brazil yang pernah seleksi dibandung itu ambil saja, dia bagus dan juga tinggi.
3. Peran pemimpin Lapangan. Saya percaya dengan Atep maupun Har. Walau keduanya juga tak musti selalu maen 90 menit. masih ada Basith disitu.
4. Tambahan. Pelatih harus Kreatif. Coach harus punya kerangka team alternatif sebab liga itu bukan 4 atau 7 pertandingan tapi 3o lebih pertandingan. gak bisa andelin 11-13 pemain itu saja.
kenapa saya sebut basith atau zola…abdul aziz begitu hebat dipusamania. saya percaya basit, zola, hen hen, selain febri dan lainnya pasti bisa. mereka adalah satu kesatuan pembawa juara PON. dan untuk Juara PON mereka adalah generasi emas melebihi generasi2 sebelumnya termasuk generasi Ajat dan Coach sendiri. Bukan mengecilkan lainnya tetapi hanya meyakinkan.
satu lagi. kiper. Made jelas punya pengalaman. tapi juga M. Natsir punya potensi. dia harus dirawat dengan memberinya jam main. jangan karena kebobolan satu kali, padahal tak ada satupun kiper yang tak pernah tak kebobolan termasuk Made. jadi ulah kasieunan, ulah tutup mata harus optimis dan percaya kepada semua pemain yang ada. sikian.
betul… betul… betul… tong terpaku ku jatah pamaen u-23 nu bisa maen 3an,, mun aya nu ciamik 11 urg naha teuing paen keun w kabeh. Oh janur beunta atuh….
teu ngarti ah…